Dinamika terjadi di tubuh aliansi NATO. Hal ini terjadi setelah Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang merupakan anggota NATO, menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin saat hubungan kedua pihak sedang memanas akibat perang Ukraina.
Mengutip Newsweek, Scholz mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia meminta Putin untuk mengakhiri perang di Ukraina dan menarik semua pasukan Rusia dari negara itu. Menurutnya, manuver Moskow saat ini tidak mengarahkan menuju perdamaian abadi antara kedua negara.
“Rusia harus menunjukkan kesediaan untuk berunding dengan Ukraina, dengan tujuan mencapai perdamaian yang adil dan abadi,” kata Scholz, dikutip Senin (18/11/2024).
Panggilan telepon ini pun mendapatkan reaksi dari anggota NATO lainnya, Polandia. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk mengatakan dalam sebuah posting di X bahwa manuver Scholz adalah sesuatu yang sia-sia.
“Tidak seorang pun akan menghentikan Putin dengan panggilan telepon,” ucapnya.
Tusk juga menggarisbawahi langkah Rusia yang pada Sabtu malam meluncurkan total 120 rudal dan 90 pesawat nirawak dalam serangan skala besar di seluruh Ukraina.
Moskow mengerahkan berbagai jenis pesawat nirawak dikerahkan, termasuk Shahed buatan Iran, serta rudal jelajah, balistik, dan rudal balistik yang diluncurkan pesawat. Pertahanan Ukraina sendiri telah menembak jatuh 144 dari total 210 target udara.
“Serangan tadi malam (Sabtu), salah satu yang terbesar dalam perang ini, telah membuktikan bahwa diplomasi telepon tidak dapat menggantikan dukungan nyata dari seluruh Barat untuk Ukraina,” tambah Tusk.
“Minggu-minggu berikutnya akan menjadi penentu, tidak hanya untuk perang itu sendiri, tetapi juga untuk masa depan kita.”
Menteri Luar Negeri Lithuania, Gabrielius Landsbergis, juga menyuarakan hal serupa. Menurutnya, ‘sejarah terus memberitahu kita bahwa perdamaian sejati hanya dapat dicapai melalui kekuatan’.
“Panggilan telepon itu, seharusnya, menjadi napas terakhir dari strategi yang gagal untuk memperdagangkan tanah demi ‘perdamaian’ dengan seorang diktator genosida,” ucapnya.
Walau begitu, Scholz membela diri pada hari Minggu bahwa penting untuk menekankan kepada pemimpin Rusia bahwa ia tidak dapat mengandalkan dukungan dari Jerman, Eropa, dan banyak negara lain di dunia dalam aksi di Ukraina.
“Menurut saya, bukan ide yang baik jika ada pembicaraan antara presiden Amerika dan Rusia namun pemimpin negara Eropa yang penting tidak melakukannya juga,” tambahnya.
Di sisi lain, Kremlin mengatakan dalam pernyataan panggilan tersebut bahwa setiap perjanjian di masa mendatang harus mempertimbangkan ‘realitas teritorial baru’.
“Panggilan tersebut atas permintaan Berlin, dan merupakan pertukaran pandangan yang mendalam dan jujur tentang situasi di Ukraina,” kata Kremlin.
Rusia sendiri melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.