Studi terbaru dari University of British Columbia menunjukkan ‘tanda kiamat’ gara-gara pemanasan global. Peneliti mengatakan perubahan iklim berpotensi menciptakan bakteri dan menimbulkan infeksi jamur lebih mematikan untuk hewan-hewan berdarah dingin seperti terumbu karang, serangga, dan ikan.
Hal ini turut menimbukan pertanyaan terkait risiko lebih luas dari peningkatan temperatur kepada ekosistem dan keanekaragaman hayati. Bahkan, risikonya juga berpotensi mengancam kehidupan manusia, dikutip dari ScienceDaily, Rabu (4/12/2024).
Dr. Kayla King dan Jingdi (Judy) Li menyatukan 60 studi eksperimental pada hewan berdarah dingin yang terkena infeksi bakteri dan jamur. Ia mencatat bahwa hewan berdarah dingin secara langsung bergantung pada suhu sehingga sangat sensitif terhadap dampak pemanasan global.
Studi tersebut mencakup 50 spesies termasuk serangga darat, ikan, moluska, dan karang, yang merupakan beberapa ekosistem dengan keanekaragaman hayati paling tinggi dan paling berisiko di planet ini.
Dengan menggunakan model statistik, para peneliti menemukan bahwa hewan berdarah dingin yang terkena infeksi bakteri lebih mungkin mati jika terkena suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi lingkungan biasanya.
Analisis menunjukkan bahwa hewan yang terinfeksi jamur patogen merasakan dampak pemanasan dalam kisaran suhu tertentu.
Jamur tidak akan mati lsaat terjadi kenaikan suhu, kecuali jika suhu naik mendekati kisaran ideal jamur, yang dikenal sebagai “termal optimal”. Pada titik ini, hewan yang terinfeksi jamur tersebut memiliki kemungkinan lebih besar untuk mati.
“Temuan ini menunjukkan bahwa pemanasan iklim dapat menimbulkan risiko lebih besar bagi hewan berdarah dingin, yang merupakan bagian penting dari ekosistem,” kata Dr. Li.
Ia menambahkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian tentang bagaimana kenaikan suhu berdampak pada hewan berdarah panas, termasuk manusia. Kendati demikian, ketika ekosistem dan keragaman hayati terganggu, efek dominonya tentu akan merembet ke hal-hal lain, termasuk mengancam kehidupan manusia.
Dr. King mencatat bahwa hasil ini memberikan wawasan untuk membantu memperkirakan risiko terhadap populasi hewan di dunia yang rentan terhadap pemanasan global dan penyakit.