Punya Utang BLBI Rp 91,88 T, Sosok Ini Dulunya Raja Tekstil di RI

Imigrasi mengagalkan obligor BLBI yang merupakan bos Texmaco Group Marimutu Sinivasan saat hendak pergi ke Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong. (Dok. Ist)
Foto: Imigrasi mengagalkan obligor BLBI yang merupakan bos Texmaco Group Marimutu Sinivasan saat hendak pergi ke Malaysia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong. (Dok. Ist)

Bos Texmaco Group Marimutu Sinivasan dicekal pemerintah Indonesia saat ingin kabur ke Malaysia. Ia merupakan obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang memiliki utang terhadap pemerintah Indonesia senilai Rp 91,88 triliun.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara yang juga merupakan Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, Marimutu Sinivasan memiliki utang BLBI senilai US$ 3,91 miliar atau setara Rp 60,19 triliun (kurs Rp 15.395/US$) dan Rp 31,69 triliun. Dengan demikian, total utangnya sebesar Rp 91,88 triliun.

Selain itu sebagai obligor, Marimutu memiliki utang sebesar Rp 790,557 miliar. Menurut Rionald, nilai utang BLBI Matimutu itu belum termasuk beban biaya administrasi (Biad) Pengurusan Piutang Negara sebesar 10%.

Dengan nilai utang yang menggunung itu, sayangnya Satgas BLBI baru berhasil menagih Rp 1 miliar sejauh terhadap Marimutu. Rionald berujar, pembayaran ini dilakukan oleh PT Asia Pacific Fibers Tbk (APF), anak perusahaan Grup Texmaco. Namun, kabar itu pembayaran itu dibantah APF karena merasa tak memiliki keterkaitan dengan Texmaco.

“Selama periode penanganan oleh Satgas BLBI sejak Juni 2021 sampai saat ini, Marimutu tidak menunjukkan itikad baik untuk melakukan pembayaran atas utangnya,” ujar Rionald.

Karena tidak kooperatif, Rionald mengatakan Satgas BLBI melakukan upaya-upaya pengembalian hak tagih Negara dalam bentuk penyitaan aset yang dimiliki Marimutu, dengan estimasi nilai aset sebesar lebih dari Rp 6,044 triliun.

Rionald menyebut selain penyitaan, Satgas juga melakukan upaya penjualan lelang atas jaminan/harta kekayaan lain Marimutu/Grup Texmaco dan memproses pembayaran konsinyasi/kompensasi/budel pailit terkait aset-aset Marimutu, dengan rincian sebagai berikut:

1. penjualan sisa material bongkaran eks pabrik PT Wastra Indah di Kota Batu dengan pokok lelang sebesar Rp1.267.499.999,70;

2. penjualan sisa material bongkaran eks pabrik PT Perkasa Heavyndo Engineering di Kabupaten Subang dengan pokok lelang sebesar Rp 361.724.999,90;

3. menerima pembayaran konsinyasi jalan tol Batang – Semarang (atas SHGB 12/Nolokerto) sebesar Rp429.734.689,00;

4. menerima pembayaran oleh Tim Kurator PT Texmaco Jaya berupa: penjualan barang jaminan (budel pailit) di Kabupaten Karawang sebesar Rp5.110.961.722,00 dan penjualan barang jaminan (budel pailit) di Kabupaten Pemalang sebesar Rp2.331.642.072,00;

5. menerima kompensasi pembayaran atas pembangunan SUTET di Desa Loji Sukabumi oleh PT PLN (Persero) (di atas lokasi barang jaminan Grup Texmaco) sebesar Rp900.364.500,00;

6. menerima angsuran pembayaran yang dilakukan oleh PT Asia Pacific Fiber, Tbk. sebesar Rp1.000.000.000,00; dan

7. penjualan secara lelang atas 12 SHM barang jaminan Grup Texmaco di Kelurahan Kiarapayung, Kabupaten Karawang sebesar Rp23.446.205.000,00.

Terkait pencekalan Marimutu di Entikong, Malaysia, dibenarkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim. Ia mengatakan, Marimutu ditangkap di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong pada sore hari akhir pekan lalu.

Marimutu Sanivasan sendiri kelahiran Medan 17 Januari 1937 dan pernah kuliah di Universitas Islam Sumatra Utara. Dia lebih banyak bekerja di masa mudanya ketimbang berada di dalam kelas.

Sedari muda dia sudah terjun bisnis tekstil, setidaknya sejak 1958, setelah memperdagangkannya dia lalu membangun produksi tekstilnya. Dia hijrah ke Jakarta pada 1960 dan dua tahun berikutnya dia berbisnis di Pekalongan.

Di Pekalongan, pada 1962 Marimutu mendirikan usaha pintal benangnya, firma Djaya Perkasa. Nama usahanya setelah 1970 adalah Textile Manufacturing Company (Texmaco).

Marimutu Sanivasan berhasil membeli pabrik batik di Batu pada tahun 1972 dan asetnya terus bertambah di beberapa kota. Tekstilnya tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Selain tekstil, bisnis Texmaco kemudian merambah ke bidang otomotif juga.

Marimutu Sanivasan berjaya di zaman orde baru. Presiden Soeharto kemudian mengenalnya.

“Kami berkenalan pada Februari 1993, ketika Presiden Soeharto membuka dan meresmikan pabrik Texmaco di Karawang, Jawa Barat,” aku Marimutu Sanivasan dalam Pak Harto: The Untold Stories (2011:237).

Dua bulan setelahnya, secara pribadi, Marimutu Sanivasan diundang Soeharto ke kantornya. Dimana Soeharto menganjurkan padanya agar memproduksi sendiri komponen mesin di Indonesia.

Satu dekade sebelumnya, dirinya sudah dikenal Menteri Perindustrian Ir Hartarto. Sanivasan mengaku dia didorong mengekspor tekstil dan membangun industri mesin.

Marimutu Sanivasan adalah bendahara Golongan Karya. Di masa kepresidenan Soeharto, Sanivasan menerima kredit dari BNI, yang belakangan menjadi kredit macet. Hingga kemudian disita BLBI.

Dua bulan sebelum Soeharto lengser pada 1998, Soeharto sempat meresmikan pabrik Texmaco Perkasa di Karang Mukti, Subang. Nama Perkasa pada usaha Sanivasan itu berasal dari Soeharto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*