Survei tahunan Edelman Trust Barometer 2024 memasuki tahun ke-24, dilakukan secara daring dari mulai tanggal 3-22 November 2024. Menunjukkan hasil survei dinamika kepercayaan global yang patut menjadi perhatian, terutama terkait peran institusi dalam memperkenalkan inovasi.
Dari survei yang melibatkan lebih dari 32.000 responden di 28 negara, bisnis muncul sebagai institusi yang paling dipercaya untuk memastikan inovasi aman, dipahami, dan dapat diakses. Namun, tingkat kepercayaan ini masih berada di bawah 60 persen, yang berarti masih ada tantangan signifikan dalam membangun kepercayaan masyarakat.
Data yang diperoleh dari Edelman Trust Barometer 2024 menunjukkan margin of error yang cukup kecil, yaitu sekitar ±0,7 persen untuk data global secara keseluruhan, dan ±3,3 hingga 3,9 persen untuk data spesifik negara. Hal ini menunjukkan bahwa hasil survei ini dapat dipercaya dengan tingkat keyakinan yang sangat tinggi, yaitu pada 99% confidence level.
Grafik Edelman Trust Barometer 2024 juga menyajikan sebuah pandangan menarik tentang persepsi publik global terhadap berbagai institusi, yakni pemerintah, bisnis, media, dan Non Government Organization (NGO). Grafik ini menggunakan dua sumbu x yang menunjukkan tingkat kompetensi sebuah institusi, di mana semakin ke kanan, semakin dianggap kompeten. Adapun sumbu Y yang menunjukkan tingkat etika sebuah institusi, di mana semakin ke atas, semakin dianggap etis.
Secara mengejutkan, publik menilai bisnis memiliki tingkat kompetensi dan etika yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah. Hal ini terlihat dari posisi bisnis yang lebih tinggi dan ke kanan pada grafik, sementara pemerintah berada di posisi paling bawah kiri, menunjukkan bahwa publik secara global menganggap pemerintah sebagai institusi yang paling kurang kompeten dan etis.
Media dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berada di posisi antara bisnis dan pemerintah. Meskipun dinilai lebih kompeten dan etis dibandingkan pemerintah, mereka masih kalah dari bisnis.
Peta Baru Membaca Persepsi Publik
Dari temuan di atas, kita menemukan ‘peta’ baru di mana persepsi publik berubah secara dinamis dan drastis. Pemerintah, yang dulunya dianggap sebagai institusi dengan informasi yang kredibel, kini tidak lagi dapat mendominasi ruang publik. Begitu pula dengan media massa yang semakin hari bersaing dengan media sosial sebagai alternatif dalam pencarian informasi.
Kepercayaan publik terhadap bisnis tidak dapat dipisahkan dari pendekatan dan strategi kampanye bisnis dalam mengangkat isu-isu yang relevan dengan kepentingan masyarakat. Banyak perusahaan yang memanfaatkan isu publik untuk membangun citra positif, seperti jenama produk kecantikan yang mendukung pemberdayaan perempuan atau perusahaan air mineral yang mendorong gaya hidup sehat dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya konsumsi air yang cukup.
Perusahaan tidak hanya berfokus pada pemasaran produk, tetapi juga menciptakan program komunikasi yang kreatif dan inovatif. Mereka secara konsisten membangun kesadaran publik melalui pendekatan yang strategis, tanpa terburu-buru membuat klaim atau langsung mempromosikan produk. Dengan cara ini, secara praktik pada akhirnya tidak hanya mendapatkan kepercayaan konsumen, tetapi juga berkontribusi pada perubahan sosial yang positif di tengah-tengah mereka.
Di sisi lain, peran pemerintah tampak bergerak ke arah yang bertolak belakang. Alih-alih menjadi teladan transparansi dan kepedulian terhadap isu-isu publik, pemerintah sering kali dinilai kurang peka terhadap aspirasi masyarakat.
Hal ini terlihat dari kebijakan investasi yang tidak sepenuhnya mempertimbangkan kesejahteraan tenaga kerja lokal, serta melegalisasi eksploitasi sumber daya alam ekstraktif yang merusak lingkungan dan mengancam keberlanjutan ekosistem.
Program Open Government yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi publik juga terlihat stagnan. Bahkan, informasi yang disampaikan kepada masyarakat sering kali dipersepsikan sebagai upaya untuk menutupi masalah yang sebenarnya atau hanya sebatas formalitas tanpa implementasi nyata. Situasi ini menimbulkan kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat, yang pada akhirnya mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara.
Adapun jurnalis atau media kini menghadapi tantangan serius berupa rendahnya tingkat kepercayaan publik. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kecenderungan media untuk terpolarisasi dalam mendukung agenda politik tertentu. Kondisi ini membuat media dipersepsikan tidak netral dan lebih berpihak pada kepentingan kelompok tertentu dibandingkan menyuarakan kebenaran yang objektif.
Selain itu, media juga kerap melakukan agenda setting yang tidak selaras dengan isu-isu yang menjadi perhatian publik (public agenda). Bahkan pada peristiwa yang tengah viral di masyarakat, berita yang disampaikan sering kali tidak mencerminkan realitas secara utuh. Alih-alih memberikan laporan faktual yang dapat memperkuat kepercayaan masyarakat, beberapa media justru dianggap membingkai berita sesuai kepentingan tertentu, sehingga mengurangi nilai kredibilitasnya.
Fenomena ini diduga merupakan dampak dari tantangan ekonomi media. Persaingan ketat di industri media, penurunan pendapatan dari iklan, serta tekanan untuk menghasilkan konten yang menarik bagi pasar telah memengaruhi independensi dan kualitas jurnalistik. Media kerap mencari cara untuk tetap relevan secara finansial, meskipun terkadang hal ini dilakukan dengan mengorbankan integritas dan kepercayaan publik.
Perbaikan Pendekatan, Inovasi Berkelanjutan.
Diperlukan komitmen nyata dari pemerintah untuk mengutamakan transparansi, melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan, dan memastikan kebijakan yang diambil benar-benar berorientasi pada kepentingan publik serta keberlanjutan lingkungan.
Ironisnya, selama satu dekade terakhir, tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Langkah lebih progresif dan akuntabel harus menjadi prioritas untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Media juga perlu kembali kepada prinsip dasar jurnalistik, yaitu independensi, akurasi, dan keberimbangan. Upaya memulihkan kepercayaan masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan transparansi dalam peliputan dan keberanian mengangkat isu-isu yang relevan dengan kebutuhan publik. Di tengah lanskap media yang terus berubah, kepercayaan publik adalah modal utama yang harus dijaga untuk mempertahankan peran strategis media sebagai pilar demokrasi.
Bagi dunia bisnis, penting untuk tidak cepat berpuas diri meskipun persepsi publik saat ini cenderung positif. Jika industri tidak inovatif dan gagal membaca dinamika ruang publik, bukan tidak mungkin posisinya akan tergantikan oleh pesaing yang lebih gesit memanfaatkan peluang. Inovasi berkelanjutan, kemampuan adaptasi, dan kepekaan terhadap kebutuhan konsumen menjadi kunci untuk tetap relevan dalam persaingan.
Kolaborasi antara pemerintah, media, dan bisnis dengan pendekatan yang transparan dan progresif menjadi jalan utama untuk membangun kepercayaan publik secara berkelanjutan.