Wilayah Papua-Maluku (Pamalu) memiliki pemasok sumber Bahan Bakar Minyak (BBM) yang diproses melalui fasilitas pemrosesan minyak atau Kilang Minyak Kasim, Papua Barat Daya.
Kilang Minyak Kasim atau Refinery Unit VII yang terletak di Distrik Seget, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya tersebut dioperasikan oleh PT Kilang Pertamina Internasional sebagai Subholding Refining & Petrochemical PT Pertamina (Persero).
Engineering Development RU VII Kasim, Muhammad Falah Saputra mengungkapkan, kilang tersebut memiliki total kapasitas input minyak hingga 10 ribu barel per hari (bph) minyak mentah untuk diproses menjadi produk BBM dengan jenis Pertalite (RON 90) sekitar 2 ribu bph, dan biosolar atau solar subsidi dengan campuran Bahan Bakar Nabati dari minyak sawit 35% (B35) sekitar 2 ribu bph.
“Jadi untuk kilang RU VII Kasim ini, kapasitas Crude Distillation Unitnya atau CDU-nya itu di 10 MBSD atau 10 ribu barrel stream per day, itu untuk intake crude-nya. 10 ribu barel (per hari),” jelas Falah saat ditemui di Kilang Kasim, Sorong, Papua Barat Daya, dikutip Selasa (17/9/2024).
Walaupun memiliki kapasitas input hingga 10 ribu bph minyak mentah, Falah mengatakan, operasi Kilang Kasim hanya sebesar 6 ribu bph. Hal itu mengingat pasokan minya mentah masih kurang untuk diolah di kilang tersebut.
“Bahwa untuk di sumur-sumurnya Petrogas ini sudah mulai berkurang minyaknya sehingga yang supply ke kami pun juga berkurang. Sehingga kita nggak bisa di kapasitas maksimum menyesuaikan ketersediaan crude-nya. Jadi rata-rata sekarang perharinya sekitar 6 MBSD (ribu bph) itu untuk yang CDU ya,” bebernya.
Walaupun begitu, pihaknya terus menyusun strategi agar kapasitas kilang tersebut bisa meningkatkan. Setidaknya, bisa mencapai total kapasitas yang dimiliki yakni 10 ribu bph.
Nah, salah satu rencana yang dibuat adalah menciptakan skema open access atau dengan menerima minyak mentah dari berbagai sumber. Saat ini, Kilang Kasim masih mengandalkan sumber tunggal pemasok minyak mentah dari Petrogas.
“Jadi kita enggak tergantung dengan satu supplier saja dari Petrogas. Itu kita ada proyek namanya open access, jadi open access ini tujuannya untuk menambah supply crude sehingga crude-nya ini bisa dari mana saja. Jadi ketika Petrogas decline ya kita bisa beli dari yang lain,” tambahnya.
Skema open access itu sendiri, lanjut Falah, belum bisa diberlakukan saat ini lantaran masih ada beberapa peningkatan fasilitas yang harus dibangun oleh Kilang Kasim berupa tangki, pipa, hingga pelabuhan khusus minyak bumi (jetty).
“As long as yang mungkin saya dapat informasi tahun depan mungkin sudah mulai ada beberapa hal yang sudah connect lah dari tangki dan juga pipingnya,” jelas Falah.
Meski bisa terbilang ‘minim’ untuk bisa menghasilkan BBM yang dipasok untuk wilayah Papua-Maluku, Falah mengungkapkan Kilang Kasim sendiri berkontribusi hingga 8% dalam memasok total kebutuhan BBM di Papua-Maluku.
Berdasarkan data Pertamina per Agustus 2024 lalu, kata Falah, kebutuhan total BBM jenis Pertalite dan Biosolar di Papua-Maluku masing-masing mencapai 88.700 bph dan 239.000 bph.
“Kita tahu juga mungkin karena juga banyak beberapa industri mungkin dan juga beberapa kan jalan di area Pamalu mungkin aksesnya kurang bagus ya, dan cuma bisa akses oleh mobil-mobil yang bisa pakai Solar nih,”
“Jadi demand-nya mungkin lebih banyak disitu kali ya seperti itu,” tandasnya.