Waspada Petaka 2025, 4 Ancaman Ini Jadi ‘Momok’ di Era Prabowo

Suasana gedung bertingkat tertutup kabut polusi udara di Jakarta, Selasa (8/8/2023). Pemprov DKI Jakarta mengimbau warga menggunakan masker untuk mengantisipasi polusi udara di Ibu Kota akibat polusi udara Jakarta dinilai sangat buruk.  (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: CNBC Indonesia/Faisal Rahman

Tak sampai lima bulan lagi, tahun baru akan segera disambut oleh semua kalangan masyarakat. Berbagai tantangan pada 2025 akan menyelimuti Tanah Air dan tentu menjadi perhatian dan ceritanya tersendiri.

Risiko ekonomi global akan banyak mewarnai pelaksanaan anggaran pada masa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setidaknya ada empat risiko yang akan memengaruhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yakni suku bunga global yang masih tinggi hingga tensi geopolitik.

“Global environment masih sangat tidak pasti meskipun kita melihat ada suatu pola yang berulang,” ucap Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2025 di kantor Pusat Ditjen Pajak, baru-baru ini.

Secara rinci, empat risiko yang akan mewarnai APBN 2025, pertama ialah suku bunga global yang akan bertahan tinggi, dipicu oleh inflasi jasa yang terus bertahan di level tinggi.

Risiko kedua ialah tensi geopolitik yang masih terus memanas, mulai dari eskalasi tensi antara Amerika Serikat dan China, maraknya fragmentasi dan proteksionisme, konflik di Timur Tengah yang makin memburuk, perang Rusia-Ukraina, hingga kerentanan rantai pasok.

Risiko ketiga menurut Sri Mulyani ialah pertumbuhan ekonomi global yang masih akan lemah. Dipicu oleh probabilitas resesi dan tekanan fiskal di Amerika Serikat, perlambatan ekonomi di China, serta pemulihan ekonomi di Eropa yang masih lemah dari dampak Covid-19.

Risiko keempat ialah gejolak pasar keuangan, yang dipengaruhi oleh tingginya volatilitas nilai tukar dan imbal hasil surat utang negara, asset repricing, serta volatilitas arus modal internasional.

Selain yang bersumber dari eksternal, berikut ini empat hal yang akan menjadi petaka bagi masyarakat Indonesia yang berasal dari dalam negeri.

1. PPN Naik Menjadi 12%

Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) akan tetap naik menjadi 12% pada 2025 semakin jelas. Hal ini diungkapkan Sri Mulyani pada saat konferensi pers RABPN 2025.

Pemerintah belum memutuskan kenaikan tarif PPN 12% tetapi telah melakukan simulasi penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada awal 2025. Namun, untuk penerapannya masih tergantung keputusan pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Sesuai ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)pengenaan tarif PPN 12% itu diamanatkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Namun, karena ada permintaan dari sektor usaha, khususnya pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia supaya ditunda, simulasi itu dilakukan untuk melihat dampaknya.

“Kalau dampak potensinya kan gampang hitungnya, naik dari 11% ke 12% itu kan berarti naik 1%, 1 per 11 itu kan katakan 10% total PPN kita realisasi setahun Rp 730-an triliun, berarti kan tambahnya sekitar Rp 70-an triliun,” tegas Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso.

Lebih lanjut, pada dasarnya sejumlah barang dan jasa tidak akan PPN di antaranya berada di sektor barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, hingga transportasi.

“Jadi banyak masyarakat yang menganggap semua barang jasa kena PPN, tapi sebenarnya UU HPP sangat menjelaskan, barang kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, transportasi, itu tidak kena PPN,” tegas Sri Mulyani.

2. Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah belum membahas besaran tarif iuran yang akan naik itu.

“Belum kita bahas antar kementerian terkait,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Jumat (9/8/2024).

Sebagaimana diketahui, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

“Bisa, (iuran) bisa naik. Dan saat ini sudah waktunya juga naik,” katanya di Krakatau Grand Ballroom TMII, Jakarta Timur, dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (8/8/2024).

Menanggapi hal ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa buka suara. Dia menilai kenaikan iuran ini tidak akan memberatkan masyarakat ke depannya.

Selain itu, dari sisi jumlah pasien sebenarnya tidak banyak, tetapi nilai klaim BPJS-nya luar biasa besar. Hal ini membebani neraca BPJS Kesehatan. Dengan demikian, penyesuaian iuran diperlukan.

“Jadi itu ingin diperbaiki strukturnya,” tegas Suharso.

3. Harga BBM Berpotensi Naik

Pemerintah berencana memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

Dokumen RAPBN 2025 menyebutkan subsidi energi dialokasikan Rp204,5 triliun atau naik dari outlook 2024 yang diperkirakan mencapai Rp192,8 triliun.

Merinci Buku II Nota Keuangan RI 2025, bahwa subsidi energi senilai Rp204,5 triliun itu diantaranya untuk subsidi BBM dan LPG 3 Kilogram (Kg) mencapai Rp114 triliun atau naik tipis dari outlook 2024 yang mencapai Rp112 triliun.

Dokumen tersebut juga menyebut kebijakan transformasi subsidi energi menjadi subsidi berbasis orang/ penerima manfaat akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Kalimat tersebut mengisyaratkan jika pemerintah akan melakukan pembatasan pada penikmat subsidi BBM. Artinya, ada sebagian kalangan yang harus membayar lebih mahal untuk membeli BBM tahun depan.

4. Penambahan Objek Cukai, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

Pemerintah berencana menerapkan cukai MBDK tahun depan. Pengenaan cukai ini akan membuat masyarakat harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli minuman manis.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan penerapan cukai dilakukan untuk mengendalikan konsumsi gula masyarakat. Menurut dia, hal tersebut penting mengingat dampak konsumsi gula pada kesehatan.

Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.
Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.
Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan “Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:
a. hasil tembakau;
b. minuman yang mengandung etil alkohol;
c. etil alkohol atau etanol;
d. minuman berpemanis dalam kemasan

Optimalisasi penerimaan cukai akan dilakukan melalui ekstensifikasi cukai dalam rangka mendukung implementasi UU HPP. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada MBDK untuk menjaga kesehatan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*