PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. (BEKS) atau Bank Banten mencatat kualitas aset kredit yang sangat buruk. Per semester I-2024, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) bank itu nyaris mencapai 10%, yakni sebesar 9,76%.
Direktur Utama Bank Banten Muhammad Busthami mengungkapkan penyebabnya. Menurutnya, NPL tinggi tersebut, sebagian besar berasal dari sisa outstanding kredit yang lama. Busthami menyebut salah satu debitur besarnya adalah perusahaan pelat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Salah satu debitur besarnya, debitur NPL-nya Bank Banten itu salah satunya adalah perusahaan BUMN dengan nilai yang cukup luar biasa,” ujar Busthami di Four Seasons Hotel, Selasa (20/8/2024).
Ia mengaku pihaknya sudah melakukan pendekatan, restrukturisasi, dan berbagai tindakan lainnya untuk menyehatkan aset kredit bermasalah tersebut. Namun, belakangan ada permasalahan hukum yang mengganjal upaya tersebut. Bank Banten lantas menindaklanjuti dengan strategi lainnya.
“Jadi kita lakukan pembenahan. Satu, kita kerjakan sendiri. Yang kedua, kita minta bantuan pihak ketiga. Yang ketiga, kita sudah ada kerjasama dengan pihak Kejaksaan Tinggi, berupa surat kuasa khusus. Ya, mudah-mudahan Insya Allah bisa lebih baik,” jelas Busthami.
Bank Banten memang telah meneken kerja sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten guna menyelesaikan kredit macet debiturnya. Mengingatkan saja, pada tahun 2022 lalu, Kejati Banten telah menerima dan menandatangani 43 Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Bank Banten sebagai bentuk Penyelesaian Non Litigasi terhadap Kredit Macet di Bank Banten.
Adapun 43 SKK terdiri atas 19 SKK untuk penyelesaian kredit macet di Bank Banten Pusat dengan total tagihan sebesar Rp 195,52 miliar, dan 24 SKK untuk penyelesaian kredit macet di Bank Banten Cabang Serang dengan total tagihan sebesar Rp 7,76 miliar.
Kejati Banten melalui Jaksa Pengacara Negara juga akan melakukan Tindakan Hukum Lain (THL) kepada BUMN PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) sebagai perusahaan asuransi yang menjamin kredit para debitur komersil (perseorangan) yang kreditnya macet dikarenakan Debitur Meninggal Dunia, Berhenti Bekerja atau Dipecat.
Menurut Busthami, sejak bekerja sama dengan Kejati Banten, sudah banyak tercapai penyelesaian kredit macet.
“Banyak opsinya yang tersedia untuk [penyelesaian utang BUMN] itu. Sebenarnya sudah ada, kayak misalnya tahun lalu itu kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi sudah banyak hasilnya juga,” imbuhnya.
Selain itu, Busthami mengatakan pihaknya juga sedang melakukan pembicaraan dengan Kementerian BUMN terkait masalah ini.
Dengan berbagai upaya tersebut, Busthami berharap agar rasio NPL di Bank Banten bisa turun ke level 5% tahun depan. Ini juga didukung dengan rencana Pemerintah Provinsi Banten yang hendak menempatkan seluruh pengelolaan Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) di Bank Banten.
“Kita berharap bisa di bawah 5%. Apalagi kalau kemudian RKUD banyak yang bisa efektif di tahun ini. Itu sangat membantu sekali. Kenapa sangat membantu? Satu, membuka akses bisnis yang lebih besar lagi bagi Bank Banten. Bisa dikira begitu,” tutur Busthami.