Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menegakkan ketentuan di bidang Pasar Modal dan Dana Kelolaan (PMDK). Hal ini termasuk memberikan sanksi kepada manajer investasi (MI) dan emiten yang menyalahi aturan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyampaikan berbagai langkah yang telah diambil sepanjang tahun ini untuk memastikan kepatuhan dan integritas di sektor tersebut.
“Pada bulan Juli 2024, OJK telah mengenakan sanksi administratif berupa denda atas kasus kepada 2 Manajer Investasi dan 1 Emiten sebesar Rp475 juta,” ujar Inarno dalam Konferensi Pers RDKB OJK, Senin, (5/8/2024).
Tidak hanya itu, sepanjang tahun 2024, OJK telah melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan berbagai sanksi administratif kepada 83 pihak yang terlibat dalam pelanggaran di pasar modal. Di antara sanksi tersebut adalah denda sebesar Rp57,175 juta, 14 perintah tertulis, pencabutan izin usaha satu Manajer Investasi dan satu orang perseorangan, serta lima peringatan tertulis.
Selain itu, OJK juga mengenakan denda atas keterlambatan dengan nilai total Rp49,809 miliar kepada 561 pelaku jasa keuangan di pasar modal. OJK juga memberikan 66 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan, serta dua sanksi administratif berupa peringatan tertulis untuk pelanggaran lainnya.
Di tengah upaya penegakan aturan ini, pasar saham Indonesia menunjukkan kinerja yang positif. Pada 31 Juli 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat sebesar 2,72 persen month-to-date (mtd) ke level 7.255,76, meskipun year-to-date (ytd) mengalami sedikit koreksi sebesar 0,23 persen.
Nilai kapitalisasi pasar juga meningkat sebesar 1,83 persen mtd (5,76 persen ytd) menjadi Rp12.338 triliun. Investor non-resident pun mencatatkan net buy sebesar Rp6,68 triliun mtd, meskipun secara ytd masih net sell Rp1,05 triliun.
Penguatan ini terlihat di hampir seluruh sektor, dengan sektor industri serta transportasi dan logistik mencatatkan penguatan terbesar. Di sisi lain, rata-rata nilai transaksi harian pasar saham tercatat sebesar Rp11,87 triliun ytd, menunjukkan likuiditas yang tetap tinggi.