
PT Batam Timah Sinergi (BTS) melakukan investasi pembangunan pabrik hilirisasi dengan nilai total lebih dari Rp 1 triliun. Pabrik ini akan mengolah logam timah menjadi berbagai produk turunan bernilai tambah.
Groundbreaking pembangunan pabrik di Batam, Jumat (24/1) ini menandai langkah maju Batam dalam mengembangkan sektor hilirisasi industri pertambangan.
Didukung oleh PT Prima Dredge Team, perusahaan ini akan memanfaatkan lahan dengan luas sekitar 6 hektar di Kecamatan Sagulung – Kota Batam untuk memproduksi produk Timah Kimia (Tin Chemical). Sejumlah produk yang akan dihasilkan meliputi Tetrachloride, Dimethyl Tin Dichloride (DMT), dan Methyl Tin Mercaptide (MTM). Total kapasitas produksi pabrik ini diperkirakan mencapai 16.000 metrik ton per tahun, sekaligus menobatkannya sebagai produsen terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Pemilihan Batam sebagai lokasi pembangunan pabrik tentunya bukan tanpa alasan. Manajemen perusahaan memilih Bandar Dunia Madani sebagai lokasi pabrik sebab menawarkan sejumlah keunggulan, mulai dari infrastruktur yang memadai, ketersediaan energi listrik yang stabil, serta tenaga kerja berkualitas. Status sebagai kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) tentu memberikan kemudahan untuk hasil produksi dapat diekspor ke berbagai negara.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/ Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, Todotua Pasaribu memastikan komitmen pemerintah dalam mendorong hilirisasi berbagai komoditas mineral strategis di Indonesia, termasuk Batam.
“Kita ingin fokus pada hilirisasi dan pemerintah siap mendukung agar kita bisa memperoleh manfaat yang maksimal dari sumber daya alam yang kita miliki”, katanya dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (26/1/2025).
Dia menyebut, Indonesia memiliki 28 komoditas unggulan, termasuk timah dan nikel, yang siap untuk didorong dalam proses hilirisasi. Menurut Todotua, Batam memiliki posisi strategis karena dekat dengan Selat Malaka dan Singapura, menjadikannya lokasi ideal untuk investasi di sektor industri manufaktur dan teknologi.
“Batam, saat ini juga sedang dalam proses pengembangan untuk menjadi pusat industri semikonduktor dan pusat data center,” imbuh Todotua.
Dalam proses produksinya, PT BTS akan menjalankan tiga tahap utama. Tahap pertama adalah produksi Tetrachloride dari timah murni batangan (ingot) dan klorin. Selanjutnya, proses kedua adalah produksi Dimethyl Tin Dichloride (DMT) dari ingot, Methyl Chloride, dan Tetrachloride. Sementara itu, tahap terakhir adalah produksi Methyl Tin Mercaptide (MTM) melalui reaksi DMT dengan 2-Ethylhexyl Thioglycolate (2-EHTG) dan amonia.
Adapun keunggulan teknologi yang diterapkan di pabrik ini terletak pada sistem otomatisasi yang akan memastikan efisiensi dan konsistensi kualitas produk. Dengan teknologi ini, PT BTS optimis bersaing di pasar global dan memenuhi kebutuhan industri kimia di berbagai negara.
Saat ini, PT BTS telah menandatangani Letter of Intent dengan sejumlah customer yang bersedia membeli 93% dari hasil produksi bulanan PT BTS. Permintaan tersebut datang dari berbagai negara seperti Tiongkok, India, Amerika Serikat, Vietnam, Thailand, dan beberapa negara di benua Eropa.
Pabrik ini dijadwalkan mulai beroperasi pada pertengahan tahun 2026. Proyek pembangunan pabrik ini tidak hanya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan di Batam dan memperkuat posisi Indonesia di kancah industri hilirisasi timah secara universal.

Lebih lanjut, Direktur Utama PT BTS, Bambang Triadi Gunawan menyebutkan alasan utama pembangunan pabrik ini adalah dikarenakan perusahaan ingin mengurangi ketergantungan Indonesia pada ekspor bahan mentah.
“Kita selama ini menjual bahan baku ke luar negeri, padahal kita bisa mengolahnya di dalam negeri untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi. Dengan dukungan pemerintah, kami berharap dapat merealisasikan visi ini”, katanya.
Menurutnya, Indonesia memiliki cadangan timah terbesar kedua di dunia, sehingga peluang untuk mengembangkan industri berbasis timah sangat besar. Dirinya berharap dukungan pemerintah dapat terus berlanjut sehingga industri hilirisasi timah di dalam negeri dapat berkembang seperti yang telah dilakukan di komoditas nikel dan bauksit.
Sementara itu, Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, yang turut hadir dalam acara tersebut juga menyampaikan dukungan penuh dari pemerintah daerah terhadap proyek ini. Menurutnya, Kota Batam dan daerah lainnya seperti Karimun memiliki potensi besar untuk menjadi pusat industri berbasis sumber daya alam.
“Kami akan mendukung penuh proyek ini demi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kepri,” tegasnya.