Porak poranda ekonomi dan politik yang tengah terjadi di Bangladesh saat ini menjadi perhatian dunia. Aksi protes yang sangat mencekam hingga bubarnya parlemen di negara tersebut semakin memperburuk Kondisi yang terjadi di sana.
Pemerintahan Sheikh Hasina sudah berakhir pada Selasa (6/8/2024) kemarin, setelah 15 tahun terakhir memimpin Bangladesh Sebagai Perdana Menteri (PM). Sebelumnya, wanita kelahiran 28 September 1947 itu sempat menduduki jabatan yang sama pada periode 1996-2001 sehingga total masa kepemimpinannya mencapai 20 tahun.
Parlemen negara tersebut pun dibubarkan setelah ultimatum yang dikeluarkan oleh koordinator protes mahasiswa yang memaksa pengunduran diri Hasina.
Berakhirnya era pemerintahan Hasina terjadi setelah gelombang aksi protes yang sangat mencekam akibat para mahasiswa menentang kuota Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk keluarga veteran perang kemerdekaan Bangladesh 1971, yang dianggap oleh para kritikus sebagai cara untuk mencadangkan pekerjaan bagi sekutu partai yang berkuasa.
Namun para analis meyakini kerusuhan ini terjadi karena faktor yang lebih luas dari sekedar berebut untuk menjadi PNS. Faktor ketimpangan kekayaan, peluang kerja yang tidak merata dan banyaknya korupsi diduga menjadi akar masalah hingga kalangan muda frustasi dan memilih turun ke jalan. Perekonomian Bangladesh yang goyah setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan pesat mengubah krisis ekonomi menjadi krisis sosial.
Sekitar 400 orang tewas dan ribuan lainnya terluka dalam kekerasan yang melanda negara itu sejak Juli. Diketahui, aksi protes ini telah berlangsung di Bangladesh selama sebulan lebih.
Setelah para demonstran menyerbu dan menjarah kediaman mewah perdana menteri pada Senin, jalan-jalan di ibu kota Dhaka kembali tenang pada Selasa, dengan lalu lintas yang lebih ringan dari biasanya dan banyak sekolah serta bisnis yang ditutup selama kerusuhan masih tutup.
Masalah Perekonomian di Bangladesh
Dalam beberapa dekade terakhir, ekonomi Bangladesh meningkat pesat berkat berkembangnya industri ekspor garmen. Pertumbuhan ekonomi ini membuat jutaan orang berhasil keluar dari kemiskinan. Namun, pandemi Covid-19 memberikan dampak berat terhadap perekonomian negara itu.
Permintaan global terhadap pakaian jeblok dan pengiriman uang dari diaspora pun menurun. Pada saat yang sama, konsumen dalam negeri harus menghadapi lonjakan inflasi yang menyebabkan harga makanan dan bahan bakar meningkat tajam.
Inflasi mencapai level 10%. Penciptaan lapangan kerja baru juga tersendat. Pada tahun 2022, tingkat pengangguran di kalangan muda mencapai 16,1%.