
Buah naga, atau pitaya, yang sering disebut “the fruit of the moon,” telah memikat hati konsumen dunia dengan bentuk dan warnanya yang mencolok, serta rasa manisnya yang segar. Tidak hanya dikenal sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran di budaya Asia, tetapi juga semakin diminati di pasar Eropa. Tren ekspor buah naga dari Indonesia semakin menonjol, terutama ke China dan negara-negara Eropa seperti Italia dan Belanda. Dengan data ekspor yang menunjukkan peningkatan signifikan, apa yang membuat buah tropis ini begitu populer di dua benua yang berbeda?
Indonesia, sebagai salah satu penghasil utama buah naga dunia, terus memanfaatkan pasar China dan Eropa yang berkembang pesat. Tahun 2022, China menjadi pasar terbesar untuk buah naga Indonesia dengan nilai ekspor mencapai US$ 81.188,01. Negeri Tirai Bambu ini mengapresiasi buah naga sebagai komoditas yang tidak hanya segar, tetapi juga kaya akan manfaat kesehatan. Buah naga telah menjadi bagian dari diet sehat masyarakat China, terutama karena kandungan antioksidan yang tinggi, vitamin C, dan serat yang mendukung pencernaan.
Sementara itu, Eropa, dengan Italia dan Belanda sebagai negara tujuan utama, semakin terbuka terhadap produk eksotis. Pada 2024, ekspor buah naga ke Italia tercatat mencapai lebih dari 13.000 kg dan ke Belanda lebih dari 349.000 kg. Di Eropa, buah naga lebih dilihat sebagai simbol gaya hidup sehat yang mencerminkan keberagaman pangan dan globalisasi kuliner. Di sini, buah naga banyak dijual sebagai bagian dari produk smoothie dan salad, serta digunakan dalam berbagai resep penurunan berat badan.
Pentingnya buah naga bagi konsumen di China terletak pada filosofi budaya mereka yang menganggap makanan sebagai obat. Buah naga, dengan segala khasiatnya, bukan hanya sekedar camilan tetapi juga bagian dari tradisi menjaga keseimbangan tubuh. Di Eropa, tren veganisme dan pola makan sehat memberikan ruang bagi buah naga untuk dikenal luas. Berbeda dengan China, di Eropa, buah ini lebih sering digunakan dalam bentuk olahan, seperti jus, salad, atau dessert, yang disesuaikan dengan gaya hidup modern.
Pada 2024, harga ekspor buah naga Indonesia berfluktuasi sesuai dengan negara tujuan. Di pasar Eropa, harga per kilogram dapat bervariasi, tetapi umumnya terjual dengan harga sekitar US$ 2,00 hingga US$ 4,00 per kilogram, tergantung pada kualitas dan negara tujuan. Sementara itu, di China, harga bisa lebih rendah, berkisar antara US$ 1,50 hingga US$ 2,50 per kilogram, mengingat volume ekspor yang lebih besar.
Produksi buah naga di Indonesia telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2024, Indonesia berhasil mengekspor lebih dari 990.539 kg buah naga dengan total nilai ekspor sekitar US$ 604.359,32. Hasil ini menandakan bahwa buah naga menjadi komoditas unggulan dalam ekspor non-migas, menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 247.320 kg.
Meski angka ekspor terus meningkat, tantangan tetap ada. Salah satu tantangan terbesar adalah masalah kualitas dan konsistensi. Banyak petani Indonesia yang masih kesulitan memenuhi standar kualitas yang dibutuhkan oleh pasar internasional. Selain itu, faktor cuaca ekstrem juga memengaruhi hasil panen dan kualitas buah yang diekspor.
Satu tantangan lagi adalah transportasi dan distribusi, di mana buah naga yang mudah rusak memerlukan pengemasan dan pengiriman yang sangat hati-hati. Selain itu, kesadaran konsumen di luar negeri tentang keberlanjutan dan ramah lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal cara produk ini diproduksi dan didistribusikan.
Untuk mempertahankan dan bahkan meningkatkan daya saing, Indonesia perlu fokus pada peningkatan kualitas dan keberlanjutan produksi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan pelatihan bagi petani lokal mengenai teknik bertani yang ramah lingkungan dan efisien. Selain itu, peningkatan infrastruktur pengemasan dan distribusi juga perlu diperhatikan agar buah naga sampai di pasar internasional dalam kondisi terbaik.
Membangun merek buah naga Indonesia yang kuat di pasar internasional juga dapat memperkuat posisinya di pasar. Menggandeng komunitas petani dan produsen untuk meningkatkan transparansi dan keberlanjutan dalam rantai pasokan bisa menjadi nilai tambah yang sangat berarti. Selain itu, melakukan kolaborasi dengan negara-negara pengimpor utama untuk promosi bersama dapat meningkatkan kesadaran dan preferensi konsumen terhadap produk Indonesia.
Ekspor buah naga Indonesia terus menunjukkan angka yang mengesankan. Dengan memahami perbedaan budaya dan kebutuhan pasar tujuan, serta memperhatikan kualitas produksi dan distribusi, buah naga Indonesia memiliki peluang besar untuk berkembang lebih jauh di pasar global. Buah naga Indonesia berpotensi menjadi simbol keunggulan produk pertanian yang tak hanya menyegarkan tubuh, tetapi juga memperkaya pasar internasional.